BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah
satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada
juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga
barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain
sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian
suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau
pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan
ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor
penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore
menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ( trade as
engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional
adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau
kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005)
menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export
promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai
motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok
bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting
juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon,
perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya
perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan
internasional yang berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan
tempat produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai
dengan peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan
kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan
itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara
eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika
barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara
eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara
importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir
(Appleyard, 2004).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan
oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan
internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional
telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi,
sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan
internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan
multinasional.
2.1.2 Teori Perdagangan
Internasional
Menurut Amir
M.S., bila
dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan
tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan
kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea,
tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena
adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Ada beberapa model perdagangan internasional
diantaranya:
A.
Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting
dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara
mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak
seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara
akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang
komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor
pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
B. Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian
dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih
rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun,
dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi
yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori
perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari
perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau
negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan
mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara
intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih
cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan
modal.
C. Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara
industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar
industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu
dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak
secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada
peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke
barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan,
pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal)
cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian
atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal
dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal.
Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami
distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan. Jangan
dipercaya,bohong tu.
D. Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris
dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model
gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar
negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan
ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara
empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat
pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan
dalam versi lebih besar dari model ini.
2.1.3 Manfaat
perdagangan internasional
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak
faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan
internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi
sendiri.
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab
utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang
diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara
tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang,
para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat
produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan
produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk
tersebut keluar negeri.
Transfer teknologi modern
Perdagangan
luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang
lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
2.1.4 Faktor pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara
melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
a.
Untuk
memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
c.
Adanya
perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
e.
Adanya perbedaan keadaan
seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
f.
Adanya
kesamaan selera terhadap suatu barang.
Perdagangan
internasiaonal atau antara negara dapat dilakukan dengan berbagai macam cara
diantaranya :
1. Ekspor
Dibagi dalam beberapa cara antara lain :
a.
Ekspor Biasa
Pengiriman barang keluar negri
sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar
negri, mempergunakan L/C dengan ketentuan devisa.
b.
Ekspor Tanpa L/C
Barang dapat dikirim terlebih
dahulu, sedangkan eksportir belum menerima L/C harus ada ijin khusus dari
departemen perdagangan
2. Barter
Pengiriman
barang ke luar negri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan
dalam negri.
Jenis barter
antara lain :
a.
Direct
Barter
Sistem pertukaran barang dengan barang dengan
menggunakan alat penetu nilai atau lazim disebut dengan denominator of
valuesuatu mata uang asing dan penyelesaiannya dilakukan melalui clearing pada
neraca perdagangan antar kedua negara yang bersangkutan.
b.
Switch Barter
Sistem ini dapat diterapkan bilamana salah satu pihak
tidak mungkin memanfaatkan sendiri barang yang akan diterimanya dari pertukaran
tersebut, maka negara pengimpor dapat mengambil alih barang tersebut ke negara
ketiga yang membutuhkannya.
c.
Counter
Purchase
Suatu sistem perdagangan timbal
balik antar dua negara. Sebagai contoh suatu negara yang menjual barang kepada
negara lain, mka negara yang bersangkutan juga harus membeli barang dari negara
tersebut.
d.
Buy Back Barter
Suatu sistem penerapan alih teknologi dari suatu
negara maju kepada negara berkembang dengan cara membantu menciptakan kapasitas
produksi di negara berkembang , yang nantinya hasil produksinya ditampung atau
dibeli kembali oleh negara maju.
3. Konsinyasi (Consignment)
Pengiriman
barang dimana belum ada pembeli yang tertentu di LN. Penjualan barang di
luar negri dapat dilaksanakan melalui Pasar Bebas ( Free Market) atau
Bursa Dagang ( Commodites Exchange) dengan cara
lelang. Cara pelaksanaan lelang pada umumnya sebagai berikut :
a.
Pemilik brang menunjuk salah satu broker yang ahli
dalah salah satu komoditi.
b.
Broker memeriksa keadaan barang yang akan di lelang
terutama mengenai jenis dan jumlah serta mutu dari barang tersebut.
c.
Broker meawarkan harga transaksi atas barang yang akan
dijualnya, harga transaksi ini disampaikan kepada pemilik barang.
d.
Oleh panitia
lelang akan ditentukan harga lelang yang telah disesuaikan dengan situasi pasar
serta serta kondisi perkembangan dari barang yang akan dijual. Harga ini
akan menjadi pedoman bagi broker untuk melakukan transaksi.
e.
Jika pelelangan
telah dilakukan broker berhak menjual barang yang mendapat tawaran dari pembeli
yang sana atau yang melebihi harga lelang.
f.
Barang-barang yang ditarik dari
pelelangan masih dapat dijual di luar lelang secara bawah tangan.
g.
Yang diperkenankan ikut serta dalam pelalangan
hanya anggita yang tergabung dalam salah satu commodities exchange untuk barang-barang
tertentu.
h.
Broker mendapat komisi dari hasil pelelangan yang
diberikan oleh pihak yang diwakilinya.
4. Package Deal
Untuk memperluas pasaran hasil kita terutama dengan negara-negara sosialis,
pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan ( rade agreement)
dengan salah saru negara. Perjanjian itu menetapkan junlah tertentu dari barang
yang akan di ekspor ke negara tersebut dan sebaliknya dari negara itu akan
mengimpor sejumlah barang tertentu yang dihasilkan negara tersebut.
5. Penyelundupan (Smuggling)
Setiap usaha yang bertujuan memindahkan kekayaan dari satu negara ke negara
lain tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku. Dibagi menjadi 2 bagian :
a. Seluruhnya dilakuan secara ilegal
b. Penyelundupan administratif/penyelundupan tak kentara/ manipulasi (Custom
Fraud)
6. Border Crossing
Bagi negara yang berbatasan yang dilakukan dengan persetujuan tertentu (Border
Agreement), tujuannya pendudukan perbatasan yang saling berhubungan diberi kemudahan
dan kebebasan dalam jumlah tertentu dan wajar. Border Crossing dapat
terjadi melalui :
a.
Sea Border (lintas batas laut)
Sistem perdagangan yang
melibatkan dua negara yang memiliki batas negara berupa lautan, perdagangan
dilakukan dengan cara penyebrangan laut
b.
Overland Border (lintas batas darat)
Sistem perdagangan yang
melibatkan dua negara yang memiliki batas negara berupa daratan, perdagangan
dilakukan dengan cara setiap pendudik negara tersebut melakukan interaksi
dengan melewati batas daratan di masing-masing negara melalui persetujuan
yang berlaku
2.1.5
Peranan
Perdagangan Internasional dalam Perekonomian
1.
Efek
Perdagangan Internasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dalam
konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah
mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai
pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan,
kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi
menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi
salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa
tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005)
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan
pembangunan.
Salah
satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah
perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi
mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika
aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu
dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi
pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan
tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika
perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal
antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi
langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004).
Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan
memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran
pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis
barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang
tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi
lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan
memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
2.
Efek
Terhadap Produksi
Pedagangan luar negeri mempunyai
pengaruh yang kompleks terhadap sector produksi di dalam negeri. Secara umum
kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja melalui adanya:
1. Spesialisasi produksi.
2. Kenaikan “investasi surplus”
3. “Vent for Surplus”.
4. Kenaikan produktivitas.
2.1.6
Contoh Kasus Perdagangan
1. INDONESIA – AMERIKA
Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization WTO) kembali memenangkan posisi
Indonesia, dalam kasus rokok kretek dengan Amerika Serikat (AS).
Keputusan
tersebut dikeluarkan melalui laporan Appellate Body (AB) pada 4 April 2012,
yang menyatakan bahwa AS melanggar ketentuan WTO dan kebijakan AS dianggap
sebagai bentuk diskriminasi dagang.
Indonesia
menang baik ditingkat panel maupun banding, ini merupakan keberhasilan
diplomasi perdagangan kita. Kemenangan ini penting tidak hanya bagi Indonesia,
tetapi semua negara dalam hal menghargai hasil keputusan WTO .
Kasus rokok kretek
antara Indonesia dan AS, berawal dari diberlakukannya Family Smoking Prevention
and Tobacoo Control Act di AS. Undang-undang tersebut bertujuan untuk
menurunkan tingkat perokok muda di kalangan masyarakat AS, dengan melarang
produksi dan perdagangan rokok beraroma, termasuk rokok kretek dan rokok
beraroma buah-buahan.
Namun,
ketentuan tersebut mengecualikan rokok beraroma mentol produksi dalam negeri
AS. Setelah proses konsultasi yang berlangsung panjang tanpa mencapai
kesepakatan, Indonesia akhirnya mengajukan pembentukan Panel ke Badan
Penyelesaian Sengketa WTO (Dispute Settlement Body DSB) atas dasar AS melanggar
ketentuan WTO mengenai National Treatment Obligation. Hal itu tercantum dalam
Pasal 2.1 Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement.
Dalam
prinsip National Treatment, setiap negara anggota WTO berkewajiban untuk
memberikan perlakuan yang sama terhadap produk sejenis, baik yang diproduksinya
di dalam negeri maupun yang berasal dari impor negara anggota WTO lainnya.
Panel WTO
menemukan bahwa kebijakan AS tersebut tidak sesuai dengan ketentuan WTO, karena
rokok kretek dan rokok mentol adalah produk sejenis (like products), dan
keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda. Menurut WTO, kebijakan
yang membedakan perlakuan terhadap dua produk sejenis, merupakan tindakan yang
tidak adil (less favourable).
Pemerintah
AS yang tidak puas terhadap keputusan panel yang dikeluarkan pada 2 September
2011, melakukan banding ke WTO pada 5 Januari 2012. Hasil banding yang
dikeluarkan AB kemarin, menegaskan kembali bahwa keputusan panel sebelumnya
adalah benar, dan pemerintah AS telah mengeluarkan kebijakan yang tidak
konsisten dengan ketentuan WTO.
Disamping
itu, AB menemukan bahwa AS melanggar ketentuan Pasal 2.12 TBT Agreement di mana
AS tidak memberikan waktu yang cukup (reasonable interval) antara sosialisasi
kebijakan dan waktu penetapan kebijakan.
Pemerintah
Indonesia menyambut baik laporan AB tersebut, dan memberikan apresiasi yang
tinggi atas kerja keras AB dan kebijaksanaannya dalam mempertimbangkan
pandangan indonesia terkait kasus ini.
Berdasarkan
ketentuan Dispute Settlement Understanding (DSU) Pasal 17.14, keputusan AB akan
diadopsi oleh DSB setelah 30 hari dikeluarkannya laporan AB, yaitu pada awal
Mei 2012.
2. INDONESIA – AUSTRALIA
Gugatan
Indonesia atas kebijakan kemasan rokok polos (plain packaging) Australia di
Badan Perdagangan Dunia (WTO) mendapatkan perhatian banyak negara. Tidak hanya
Indonesia, sebanyak 36 negara juga terlibat baik langsung maupun tidak dalam
kasus ini.
Dengan
banyaknya negara yang terlibat, Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional
(KPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi menyebut, sengketa
dagang ini merupakan sengketa dagang terbesar yang pernah ditangani WTO sampai
saat ini.
Selain 36
negara lain yang terlibat, terdapat tiga anggota WTO lainnya yang mengikuti
jejak yang sama dengan Indonesia. Yaitu menggugat kebijakan yang diberlakukan
Australia terkait kemasan rokok ini. Ketiga negara itu adalah Honduras,
Republik Dominika, dan Kuba.
Awalnya 5
negara mengajukan permohonan, tetapi Ukraina mengundurkan diri dengan alasan
yang tidak bisa dibuka. Jadi tinggal 4.
Jadi ada 36
negara yang disebut pihak terpati, atau negara-negara yang bakal terkena dampak
baik langsung maupun tidak. Bachrul merinci, dari total 36 negara tersebut
hanya 20 negara yang mau menentukan pilihan suaranya.
Dari 36
negara, yang memberikan submisinya (pendapat/pilihan) ada 20 negara.
Komposisinya 8 negara mendukung persepsi Indonesia, 7 negara itu memihak Australia
dan sisanya 5 negara ada di tengah-tengah.
3. INDONESIA-ARGENTINA
Badan
Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) – WTO pada tanggal 14 Desember
1999 dalam Tingkat Banding (Appellate Body) kasus tindakan safeguards Argentina
atas impor produk alas kaki yang berasal dari Uni Eropa, Amerika Serikat dan
Indonesia, telah memutuskan bahwa tindakan safeguards yang diterapkan Argentina
tersebut melanggar ketentuan dalam pasal XIX: 1 (a) GATT 1994 dan Persetujuan
Safeguards – WTO.
Sengketa
dagang antara Argentina melawan Uni Eropa, Indonesia dan Amerika Serikat,
berawal dari tindakan investigasi Argentina atas impor sepatu dari berbagai
negara termasuk Indonesia pada tanggal 14 Februari 1997 yang diikuti dengan
pengenaan tindakan safeguards yang bersifat sementara pada bulan September 1997
yang sangat merugikan pihak eksportir sepatu Indonesia. Tindakan safeguards
Argentina yang merupakan hambatan perdagangan serius (trade barrier) bagi
ekspor Indonesia di tetapkan dalam bentuk specific duty yang cukup tinggi
dimana untuk alas kaki dengan HS.
Sebagai
negara produsen dan eksportir alas kaki, maka Indonesia sangat berkepentingan
dalam sengketa ini. Dengan demikian, keputusan dari Tingkat Banding WTO ini
menunjukkan bahwa dalam melaksanakan ekspor khususnya alas kaki, Indonesia
tidak pernah melanggar ketentuan perdagangan dalam kerangka WTO.
Sebagai
ilustrasi, Indonesia adalah negara pengekspor alas kaki nomor 3 ke Argentina
dengan nilai ekspor sebesar USD 22,030,351 pada tahun 1997, USD 15,516,357 pada
tahun 1998 dan USD 4,558,332 untuk periode Januari – Juni 1999. Sedangkan
pangsa pasar produk alas kaki Indonesia untuk tahun 1997 adalah sebesar 14,06%,
untuk tahun 1998 sebesar 8,72% dan untuk periode Januari – Juni 1999 sebesar
5,4%.
Keputusan
Appellate Body WTO tersebut merupakan keberhasilan yang kedua kalinya untuk
Indonesia dalam menghadapi sengketa perdagangan dengan pihak Argentina, dimana
sebelumnya Indonesia telah berhasil menggagalkan rencana pihak Argentina untuk
mengenakan tindakan safeguards transisi dalam rangka persetujuan tekstil dan
pakaian jadi .
Indonesia
berharap agar pihak Argentina segera melaksanakan keputusan WTO tersebut dan
memberikan komitmennya pada pertemuan Badan Penyelesaian Sengketa Dagang – WTO
yang akan diselenggarakan pada tanggal 27 Januari 2000.
4. INDONESIA-AUSTRALIA
Pemerintah
Indonesia akhirnya mengambil sikap untuk melaporkan Australia ke Organisasi
Perdagangan Dunia atau WTO atas penerapan kebijakan plain packaging (wajib
kemasan rokok polos). Kebijakan itu dinilai berpengaruh terhadap kinerja ekspor
tembakau dan rokok Indonesia.
Langkah
Indonesia melaporkan Australi ke WTO dinilai sebagai langkah yang tepat.
Kebijakan ini sudah diperhitungkan sejak dikeluarkan Tobacco Plain Packaging
Act oleh Australia tahun 2012 lalu.
Dalam
peraturan tersebut dikatakan, seluruh rokok dan produk tembakau yang diproduksi
sejak Oktober 2012 dan dipasarkan sejak 1 Desember 2012 wajib dikemas dalam
kemasan polos tanpa mencantumkan warna, gambar, logo, dan slogan produk.
Indonesia
adalah negara produsen rokok kretek terbesar di dunia dan secara peringkat,
Indonesia menempati posisi nomor 2 terbesar di dunia, setelah Uni Eropa,
sebagai negara produsen-pengekspor produk tembakau manufaktur.
Data
Kementerian Perindustrian menyebutkan, kinerja ekspor tembakau dan rokok pada
2009 menyentuh angka 52.515 ton dan pada 2012 mengalami penurunan 15.405 ton
menjadi 37.110 ton. Sementara kapasitas produksi rokok nasional hingga akhir
tahun mencapai 308 miliar batang, meningkat 6 miliar batang dibandingkan
realisasi tahun lalu sebanyak 302 miliar batang.
Kebijakan
kemasan polos untuk seluruh produk tembakau dinilai sebagai ancaman nyata bagi
produk tembakau dari Indonesia, karena dengan penerapan peraturan terkait
kemasan polos tersebut, daya saing produk diyakini akan menurun.
5. INDONESIA-PAKISTAN
Kementerian
Perdagangan (Kemendag) telah membawa masalah kebijakan pajak tinggi yang
diterapkan Pakistan terhadap kertas duplex asal Indonesia ke forum Penyelesaian
Sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Menurut
catatan Kemendag, kasus ini bermula sejak November 2011, Pakistan telah
melakukan memberlakukan kebijakan anti-dumping dan anti-subsidi terhadap produk
kertas Indonesia yang dinilai menerapkannya tak sesuai dengan kaidah-kaidah
WTO.
Kemendag
memperkirakan tindakan Pakistan tersebut telah menyebabkan hilangnya peluang
ekspor kertas Indonesia sebesar US$ 1 juta per bulan. Sehingga dibawanya kasus
ini ke WTO adalah jalan yang tepat bagi Indonesia.
6. INDONESIA-UNI EROPA
Pemerintah
Indonesia berencana untuk mengadukan Uni Eropa ke WTO menyusul pengenaan anti
dumping produk biodiesel asal Indonesia oleh Uni Eropa. Produk biodiesel
Indonesia dikenakan bea masuk anti dumping sementara 2,8% hingga 9,6% oleh
otoritas perdagangan Uni Eropa sejak setahun lalu.
Sementara
ini, keinginan Indonesia untuk membawa masalah ini ke sidang panel (dispute
settlement) Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO tinggal menunggu waktu.
Delegasi Indonesia sudah mempersiapkan bukti-bukti yang cukup sambil menunggu
negosiasi bilateral antara Indonesia dan Uni Eropa.
Seperti
diketahui, awal Mei 2013 lalu produk turunan sawit yaitu biodiesel asal
Indonesia kena anti dumping oleh Uni Eropa. Tercatat ada 4 dari 5 perusahaan di
Indonesia dikenakan bea masuk tambahan saat akan ekspor ke Uni Eropa.
Eropa
menyimpulkan produk biodiesel asal Indonesia memiliki harga lebih murah bila
dibandingkan produk biodiesel dari bahan lain, seperti dari minyak kedelai,
matahari, Rapeseed, dan lain-lain. Hal ini dianggap tak wajar dan
diskriminatif, karena produktivitas minyak sawit lebih tinggi dari tanaman
penghasil minyak nabati lainnya.
Sementara
menurut data Kementerian Perdagangan, ekspor CPO Indonesia ke Eropa cukup
besar. Bahkan Indonesia adalah pemasok utama kebutuhan CPO Eropa. Setiap tahun
rata-rata ekspor CPO Indonesia ke Eropa mencapai 3,5 juta ton, sedangkan
kebutuhan CPO Eropa mencapai 6,3 juta ton.
7. JEPANG-INDONESIA
Berbeda dari
kasus sebelumnya, Jepang berniat gugat Indonesia ke World Trade Organization
(WTO) terkait pelarangan ekspor tambang mentah. Jepang melaporkan Indonesia ke
WTO karena mendapatkan tekanan dari salah satu produsen otomotif terbesar
Jepang Mitsubishi.
Menteri
Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui, Jepang keberatan atas aturan pelarangan
ekspor tambang mentah. Oleh sebab itu, kehadiran Menlu Marty di Jepang adalah
berupaya keras meminta pengertian pemerintah Jepang atas konsekuensi dari
pelarangan ekspor tambang mentah itu.
Namun,
hingga saat ini Jepang belum melaporkan keberatan atas aturan pelarang ekspor
tambang mentah ke Badan Perdagangan Dunia atau WTO.
Seperti
diketahui, Mitsubhisi menyerap nikel sebagai bahan baku utama di sektor
otomotif yang cukup besar. Data dari Kementerian Keuangan Jepang tercatat,
Jepang mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel tahun 2011. Dari jumlah itu sebanyak
1,95 juta ton atau 53% berasal dari Indonesia.
8. INDONESIA-BRAZIL
Brasil kini
tengah berupaya mengangkat status sengketanya dengan Indonesia ke ranah yang
lebih tinggi melalui campur tangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sengketa
tersebut menyusul aksi pembatasan impor daging sapi ke Indonesia dari negara
Amerika Selatan tersebut.
Dewan
Kementerian Perdagangan Asing (CAMEX) Brasil kini tengah memperjuangkan
sejumlah peluang agar bisa membuka akses masuk ke pasar daging di Indonesia.
Memanasnya
sengketa tersebut muncul setelah beredar kabar bahwa pemerintah Indonesia telah
mencabut larangan impor ternak dan daging yang seharusnya berlaku selama empat
tahun dari Jepang. Brasil juga berharap Indonesia membuka akses ke pasar daging
agar negara tersebut mampu memperluas pilihan target impornya.
Sejumlah
menteri terkait di Brasil akan menyerahkan kasus ini pada WTO guna
mengidentifikasi validitas aturan larangan imor yang ditentukan Mahkamah Agung
di Indonesia.
Asosiasi
Ekportir Daging Brasil mengatakan, aturan yang dijatuhkan Indonesia berjalan
tidak efektif dan tidak adil karena melarang produk negaranya masuk ke Tanah
air.
Aturan
tersebut berkaitan dengan hukum perlindungan hewan yang dikeluarkan parlemen
Indonesia pada 2009. Dengan aturan tersebut, Indonesia hanya mengimpor daging
dari negara-negara yang bebas penyakit.
Brasil akan
memberikan bantahan terhadap regulasi di Indonesia yang dianggap telah
melanggar kewajibannya di bawah sejumlah aturan perdagangan internasional.
Sejauh ini, Brasil telah berhasil membuat sejumlah kemajuan dalam usahanya
membuka pasar Indonesia.
Tapi kasus
tersebut kembali mengendap sejak awal tahun mengingat ramainya pemilihan
presiden di Indonesia.
Meski Brasil
merupakan eksportir daging sapi terbesar di dunia, pasar Indonesia masih
tertutup pada produk kami dan Australia telah berkonsolidasi menjadi eksportir
sapi ke Indonesia,” ungkap perwakilan CAMEX. ((Sis/Nrm)
9. INDONESIA-JEPANG
Jepang menjadi
salah satu negara yang merasa keberatan dengan penerapan undang-undang mengenai
larangan ekspor mineral mentah. Tak hanya keberatan, Jepang bahkan mengancam
akan membawa masalah tersebut ke World Trande Organisation (WTO).
Menanggapi
hal itu, Menteri Perdagangan Republik Indonesia Muhammad Lutfi mengaku siap
jika nantinya Jepang membawa sikap keberatannya tersebut ke WTO.
Lutfi,
Indonesia dan Jepang adalah dua negara yang memiliki hubungan yang baik dari
sisi politik maupun dari sisi bisnis. Untuk itu dia menegaskan bahwa
permasalahan ini akan dapat diselesaikan secara bermartabat.
Sebagai
bukti, dirinya mencontohkan pada beberapa tahun lalu, Jepang juga pernah
memprotes Indonesia terkait kebijakan Pemerintah yang melarang ekspor kayu ke
berbagai negara manapun.
Di Tahun
1978 itu Indonesia melarang ekspor kayu ke luar negeri, yang terjadi tutup
semua perusahaan playwood di Jepang, tapi ya kita mesti mencari kerja sama
baru, sehingga persahabatan tetap berjalan .
2.1.7
Keuntungan
Perdagangan Internasional
Keuntungan
yang timbul karena perdagangan internasional sebagai berikut.
1. Mendapatkan
Barang-Barang yang Dibutuhkan Konsumen/Produsen Dalam Negeri
Barang-barang
yang dimaksud adalah barang yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri maupun
yang sudah bisa diproduksi, tetapi masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat
di dalam negeri.
Perdagangan
internasional bermanfaat dalam mendapatkan barang-barang tersebut. Sebagai
contoh, Indonesia tidak mampu menghasilkan mesin-mesin berat untuk pengolahan
tekstil.
Oleh
karena itu, Indonesia melakukan perdagangan dengan negara maju, seperti Amerika
Serikat dan Korea Selatan.
2. Menambah
Cadangan Devisa bagi Negara
Indonesia
menjual barang dari dalam negeri untuk konsumen di luar negeri. Transaksi penjualan
ini bisa menggunakan mata uang lokal (rupiah) maupun mata uang asing.
Penggunaan
mata uang asing akan menambah cadangan devisa negara kita. Dengan kata lain,
kekayaan negara kita akan bertambah, mengingat devisa merupakan salah satu
bentuk kekayaan negara.
2.1.8
Kerugian
Perdagangan Internasional
Perdagangan
internasional dapat membawa kerugian sebagai berikut.
1. Perdagangan
internasional menyebabkan masuknya produk luar negeri ke dalam negeri.
Hal
ini sebenarnya bukan merupakan masalah besar apabila konsumsi masyarakat
terhadap barang dari luar negeri ini memang dibutuhkan atau tidak mengurangi
konsumsi terhadap barang lokal.
Kenyataannya,
sebagian masyarakat Indonesia memiliki sifat konsumerisme terhadap produk luar
negeri. Sifat ini tercermin dari besarnya penggunaan produk luar negeri yang
umumnya lebih mahal.
Bahkan,
sebagian masyarakat Indonesia menganggap bahwa produk asing memiliki kualitas
yang jauh lebih tinggi daripada buatan dalam negeri.
Anggapan
seperti ini merupakan tantangan bagi produsen lokal untuk memperbaiki kualitas
barang yang diproduksinya dan mampu bersaing dengan produk luar negeri.
2. Besarnya
konsumsi terhadap barang buatan luar negeri akan berakibat lebih buruk terhadap
keberadaan industri kecil yang sedang tumbuh di Indonesia.
Apabila
barang-barang lokal menjadi kurang bernilai dan kurang diminati oleh masyarakat
karena kalah oleh barang buatan luar negeri, dikhawatirkan akan terjadi
penyusutan jumlah industri kecil.
Pada
perkembangan berikutnya, terjadi penurunan investasi pada produksi kecil,
bahkan matinya industri kecil tersebut.
Pada
gilirannya nanti akan menimbulkan pengangguran yang tentu akan berakibat buruk
bagi perekonomian Indonesia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sebagaimana
materi yang telah dipaparkan diatas di atas dapat di simpulkan bahwa
perdaganagan internasional adalah perdangan yang di lukan lintas negara.
Ø negara berdagang kapan mereka
berbeda satu sam lain dan Untuk mencapai skala ekonomis dalam produksi begitu
pula dalam perdaganagan internasional tersebut memilki beberapa sumber-sumber:
Ø keragaman sumber daya alam
Ø perbedaan selera
Ø perbedaaan biaya
Ø Perbedaan produksi
Keuntungan
dalam perdagangan yaitu menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Adapun
pengaruh dari perdagangan internasional terhadap prekonomian salah satunya
adalah saling menguntungkan dan saling melengkapi satu sama lain dimana dengan
adanya perdagangan internasional maka prekonomian negara akan semakin
berkembang dan saling bersentuhan serta di setiapnegara-negara merasakan
kesejahteraan.
DAFTAR
PUSTAKA
Aspidar.2009.EKONOMI INTERNASIONAL (Sejarah, teori, Konsep Permasalahan dalam
Aplikasinya). Yogyakarta: Graha Ilmu.
https://sites.google.com/site/iwansubhanhotmail/makalah
http://www.berpendidikan.com/2015/09/keuntungan-dan-kerugian-perdagangan-internasional.html