Senin, 30 Oktober 2017

Undang - Undang Koperasi

1.     PENJELASAN KOPERASI SECARA GLOBAL
Dalam ilmu perkoperasian di Jerman, koperasi dalam pengertian ekonomi adalah perhimpunan yang mempunyai empat ciri khusus berikut ini:
·         Sekelompok orang, yang disatukan oleh paling sedikit satu kepentingan ekonomis yang sama bagi semua anggota kelompok itu;
·         Tujuan kelompok, baik secara menyeluruh maupun setiap anggota kelompok secara individual, yaitu memajukan kepentingan bersama dengan tindakan bersama berdasarkan solidaritas dan gotong royong;
·         Alat untuk mencapai tujuan, yaitu membentuk badan usaha yang dimiliki bersama, dibiayai bersama dan dikelola bersama;
·         Tujuan utama badan usaha yang dimiliki bersama tersebut yaitu memajukan kepentingan ekonomis para anggota kelompok.
Dengan demikian, kelompok yang lahir dalam suasana ekonomis yang mencerminkan empat ciri khusus diatas diklasifikasikan sebagai koperasi dalam pengertian ekonomi, selain dari badan usaha dengan mana koperasi itu bekerja (perseroan, persekutuan, perhimpunan dan lain-lain). Empat ciri berikut tidak serta merta diklasifikasikan tanpa adanya hukum positif yang mengatur. Definisi hukum tentang istilah “koperasi” mempunyai fungsi  untuk menentukan ciri-ciri khusus koperasi sebagai bentuk badan usaha yang sah, untuk membedakan koperasi dari bentuk-bentuk badan usaha lain dan menetapkan dengan jelas terhadap tipe badan usaha yang mana hukum koperasi itu akan berlaku.
Apabila ditarik kesimpulan dari pasal 828 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Swiss, Pasal 1 Undang-Undang Koperasi Jerman, Pasal 2 dekrit Perkumpulan Koperasi Perancis, dan Pasal 4 Undang-undang Koperasi India 1912, koperasi adalah perhimpunan orang-orang dengan keanggotaan berubah-ubah didasari atas asas berdikari untuk memajukan kepentingan ekonomi para anggotanya yang menjalankan usaha yang dimiliki bersama di mana pemilik dan penggunaan usaha bersama itu merupakan orang-orang yang sama (asas identitas).Perhimpunan orang-orang dapat disahkan sebagai suatu koperasi setelah adanya pendadtaran dan pandangan dari aspek ekonomi juga menyetujui akan hal itu sesuai dengan UU Perkoperasian.
Definisi koperasi tidak hanya dapat di lihat dari aspek ekonomi dan hukum. Berbagai tokoh mengemukakan definisi koperasi secara menyeluruh. Definisi koperasi secara jelas, padat dan mengandung visi dan misi dari koperasi dikemukakan oleh Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, dalam bukunya The Cooperative Movement, koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan “seorang buat semua dan semua buat seorang”. Sementara itu, International Cooperative Alliance (“ICA”) sebagai organisasi gerakan koperasi yang tertinggi juga mengemukakan definisi bahwa koperasi sebagai:
“An autonomus association of persons united voluntarily to meet their common economic, social and cultural needs and aspirations through a jointly-owned and democratically-controlled enterprise”.
Definisi yang dikemukakan oleh ICA ini memiliki arti bahwa koperasi adalah sebuah asosiasi otonom orang yang bersatu secara sukarela memenuhi kebutuhan bersama mereka ekonomi, sosial dan budaya dan aspirasi melalui perusahaan bersama-sama dimiliki dan dikendalikan secara demokratis. Perusahaan yang dimaksud oleh ICA ini merupakan koperasi itu sendiri yang dibuat oleh orang yang bersatu secara sukarela.
ICA juga mengemukakan prinsip-prinsip koperasi yang harus ada. Prinsip-prinsip tersebut adalah kerja sama yang erat di tingkat regional, nasional maupun internasional antara anggota secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat dipimpin dengan cara demokrasi atas dasar satu orang satu suara. Terlihat jelas bahwa koperasi tidak terlepas dari asas, prinsip dan sifatnya yang lebih mengedepankan kekeluargaan dan kesejahteraan anggota. Hal ini yang menjdi titik pembeda sekaligus karakteristik dari sebuah badan usaha koperasi dibandingkan badan-badan usaha lain yang ada di Indonesa. Karakteristik ini juga telah disetujui oleh beberapa tokoh koperasi seperti Rochdale, Dr. Fauget dan Mohammad Hatta serta ICA.

2.     KOPERASI MENURUT UU INDONESIA
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang perkoperasian menyatakan bahwa:
“Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanyasebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai nilai dan prinsip koperasi.”
Berbeda dengan itu, dalam undang-undang sebelumnya yakni Undang-Undang No.25 Tahun 1992 Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa:
“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang ataubadan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkanprinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasaratas asas kekeluargaan.”
Dari pengertian diatas, perbedaan UU No 25 Tahun 1992 dan UU No 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian adalah sebagai berikut:
a.       Dalam UU No 25 Tahun 1992 menjabarkan pengertian koperasi sebagai badan usaha dan badan hukum yang beranggotakan orang-perseorangan. Sedangkan UU No 17 Tahun 2012 menjabarkan pengertian koperasi sebagai badan hukum yang didirikan oleh orang-perseorangan. Perbedaan tersebut, terlihat dari pemilihan kata yang digunakan untuk mendeskripsikan koperasi yakni badan usaha dan badan hukum yang jelas memiliki makna yang berbeda.
Di mana badan usaha merupakan badan yang menguraikan falsafah, prinsip, dan landasan-landasan yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan usaha, sedangkan badan hukum merupakan bagian dari badan usaha yang bersifat lebih mengikat dan ada sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran. Dalam badan hukum juga terdapat persetujuan pemerintah atas penyelenggaraan suatu usaha.

b.      Dilihat dari segi konsistensi kata (diksi kalimat/ pilihan kata) dalam pengertian koperasi menurut UU No 25 Tahun 1992, terjadi ketidak konsistenan kata, di mana dalam UU No 25 Tahun 1992 tidak hanya menguraikan pengertian koperasi sebagai badan usaha tetapi pula sebagai badan hukum. Sedangkan UU No 17 Tahun 2012 terjadi hal yang berlawanan yakni: adanya konsistenan kata yang digunakan untuk mendeskripsikan pengertian koperasi yakni penggunaan kata badan hukum. Terlepas dari perbedaan pendefinisian di atas, R. S. Soerja Atmadja memberikan definisi tentang koperasi sebagai berikut:
“Koperasi adalah perkumpulan dari orang-orang yang berdasarkan persamaan derajat sebagai manusia, dengan tidak membedakan haluan agama atau politik dengan sukarela masuk untuk sekedar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atau tanggungjawab.”
Mendasarkan pada beberapa denifisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat dari koperasi adalah perkumpulan orang yang secara bersama-sama berusaha memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat kebendaan dengan mendirikan badan usaha koperasi.

3.     LANDASAN DAN ASAS KOPERASI
Dalam pasal 2 Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dijelaskan bahwa “koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republk Indonesia Tahun 1945”. Selanjutnya dalam pasal 3 dijelaskan bahwa “koperasi berdasar atas asas kekeluargaan”. Mencermati dari kedua ketentuan di atas, dapat digarisbawahi bahwa adanya badan usaha koperasi di Indonesia berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila, sedangkan koperasi di Indonesia berasaskan “asas kekeluargaan”. Sehubungan dengan itu, dengan mencermati pasal-pasal dalam UUD 1945 beserta penjelasannya dan juga Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dapat dipahami bahwa baik founding father maupun para penentu arah negara kita pada waktu itu sampai sekarang, ingin mencanangkan koperasi sebagai satu-satunya bangun atau bentuk dari wadah bagi aparat produksi yang dapat diterima oleh nilai-nilai keadilan bagi bangsa kita.

Hal ini dapat diketahui dalam Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang menjelaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”.
Selanjutnya, dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan, sebagai berikut:
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-perseorangan. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.”

Selain itu, disebutkan pula dalam GBHN bahwa koperasi merupakan “salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan ketentuan UUD 1945” yang cocok sesekali untuk dipakai “ dalam rangka memecahkan ketidakselarasan di dalam masyarakat, karena adanya selapisan kecil masyarakat dengan kedudukan ekonomi yang sangat kuat dan menguasai sebagian besar kehidupan ekonomi nasional, sedangkan di lain pihak bagian terbesar dari masyarakat berada dalam keadaan ekonomi yang lemah dan belum pernah dapat menjalankan peranannya yang besar dalam kegiatan perekonomian nasional”. Lebih lanjut, dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN.Bab IV Pola Umum Pelita Dua tentang Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi secara lebih terperinci dicantumkan pula tempat, tugas dan peranan koperasi dalam pembangunan, yaitu:
Usaha meratakan pembangunan harus pula mencangkup program untuk memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada pengusaha-pengusaha kecil dan menengah untuk memperluas dan meningkatkan usahanya dalam rangka memperluas pengikut serta golongan ekonomi lemah dalam ruang lingkup tanggung jawab yang lebih besar, dengan jalan mengusahakan kesempatan untuk dapat memperkuat permodalannya, meningkatkan keahliannya untuk mengurus perusahaannya dan kesempatan untuk dapat memperkuat permodalannya. Dalam hubungan ini koperasi sebagai salah satu wadah penghimpunan kekuaatan ekonomi lemah akan lebih ditingkatkan peranan serta kemampuannya melalui program menyeluruh, dengan mengutamakan koperasi-koperasi di bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan rakyat, dan kerajinan tangan.”
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara konstitusional koperasi telah diakui kedudukannya. Kedua landasan konstitusional tersebut secara tersirat menjelaskan bahwa bentuk atau wadah bagi aparat produksi yang sesuai denga nilai-nilai bangsa Indonesia adalah koperasi.
Penjelasan pasal 33 UUD 1945 menempatkan kedudukan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, dan sebagai bagian intergral dari tata perekonomian nasional. Menurut Kamus Umum Lengkap karangan Wojowasito, arti dari sokoguru adalah pilar atau tiang. Jadi, makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan sebagai pilar “penyangga utama” atau “tulang punggung” perekonomian. Ditinjau dari sisi badan usaha atau pelaku bisnis, ada tiga kelompok pelaku bisnis dalam sistem perekonomian nasional yaitu:
a.       Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
b.      Badan Usaha Koperasi (BUK).
c.       Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)
Ketiga badan usaha tersebut memiliki ciri-ciri, karakteristik, dan model masing-masing dalam menjalankan usahanya. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa peran koperasi dari ketiga pelaku ekonomi nasional tersebut diharapkan akan mampu berperan sebagai pilar utama sebagai penyangga ketiga jenis badan usaha tersebut maupun perekonomian nasional. Selain itu, kekhususan koperasi jika dibandingkan dengan bentuk badan usaha lainya adalah fungsi koperasi sebagai pengemban utama pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Sedangkan BUMN cenderung melakukan kegiatan sebagai stabilitator dan perintis perekonomian Indonesia. BUMS cenderung untuk melakukan peran utama di bidang pertumbuhan ekonomi nasional.
 Lebih lanjut, menurut Mubyarto, dalam ekonomi Pancasila koperasi memang tidak hanya “salah satu dari 3 bangun usaha”, tetapi benar-benar merupakan alat perjuangan golongan ekonomi lemah untuk memajukan usahanya dan meningkatkan kesejahteraannya. Syarat mutlak usaha koperasi haruslah “ada kaitan” degan kehidupan (usaha atau rumah tangga) anggota-anggotanya. Dengan perkataan lain, koperasi harus merupakan “extension” (sambungan atau perluasan) dari usaha rumah tangga anggota, dengan mana usaha-usaha anggota koperasi akan dapat dijalankan lebih baik, lebih efektif dan lebih efisien. Dan tujuan mereka medirikan koperasi adalah tidak serta merta mendirikan usaha baru (new venture), akan tetapi koperasi harus dimulai dari orang-orang, baik produsen atau konsumen.
Senada dengan itu, menurut Mohammad Hatta dalam pidatonya tanggal 14 Juli 1951 mengatakan sebagai berikut
apabila kita membuka UUD 1945 dan membaca serta menghayati isi pasal 38, maka tampaklah di sana akan tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu...”.
Tujuan yang dimaksud adalah menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan tidak lain adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai satu keluarga. Adapun yang dimaksud dengan Pasal 38 dalam pidato Muhammad Hatta tersebut adalah Pasal 38 UUDS 1950, yang isinya sama persis dengan Pasal 33 UUD 1945.
Berkaitan dengan itu, Sri Edi Suwasno memberikan penafsiran bahwa perkataan disusun dalam Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 berarti “direstruktur”. Dalam konteks restrukturisasi ekonomi, maka perkataan “disusun” berarti merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, menghilangkan subordinasi ekonomi (yang tidak emancipatory) dan menggantinya dengan demokrasi ekonomi (yang participatory dan emancipatory). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dalam ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 33 UUD 1945 tidak lain adalah sistem demokrasi ekonomi.
Ekonomik colonial” di sini berkonotasi sistem ekonomi “subordinasi” yang eksploitatif dan paternalistik. Dalam sistem ekonomi semacam itu ada “si tuan” yang penjajah dan ada “si hamba” yang inlander terjajah, beserta derivat-derivatnya dalam bentuk hubungan “majikan-kuli”, atau “toke-buruh”. Disitu terpelihara sistem ekonomi yang menyedot nilai -tambah ekonomi dari bawah keatas. Tanam paksa atau cultuur stelsel adalah wujud konkritnya.
Sedangkan yang dimaksud “ekonomi nasional” sebagai cita-cita kemerdekaan adalah sistem “demokrasi ekonomi”, yang anti eksploitasi, anti paternalisme, menolak “asas perorangan”, yang berdasar pada “asas kebersamaan dan kekeluargaan”. Dengan ditolaknya “asas perorangan” maka secara otomatis liberalisme sebagai sukma kapitalisme secara tegas pula ditampik. Dalam sistem “demokrasi ekonomi” inilah ditegaskan, bahwa “kepentinganmasyarakatlah yang utama, bukan kepentingan orang-seorang”. Pengutamaan kepentingan masyarakat tidak berarti kepentingan orang-seorang diabaikan, bahkan tetap dipelihara. Kepentingan orang-seorang berdimensi sosial, milikpribadi berfungsi sosial. Itulah sebabnya dalam sistem yang demokratis ini, disamping diutamakan kekeluargaan dan kebersamaan integralisme dan kolektivisme seperti tersurat dan tersirat dalam pasal-pasal, 2, 23, 33, dan 34 UUD 1945, juga dipelihara hak-hak pribadi warga negara (human right) seperti yang tertuang di dalam pasal-pasal, 27,28, 29 UUD 1945.
Dengan demikian koperasi memiliki kedudukan yang jelas sebagai soko-guru perekonomian Indonesia baik secara historis, konseptual, maupun secara konstitusional. Kedudukan koperasi tersebut telah dirumuskan oleh founding father kita secara jelas dan rinci, baik dari segi falsafahnya (Pancasila), penjelasan strukturalnya (UUD 1945), penjabarannya (GBHN), bahkan setelah itu sampai saat ini telah pula dirumuskan secara operasionalnya (UU tentang Koperasi). Sistem ekonomi berdasar pada amanat dan semangat Pasal 33 UUD 1945 tersebut menempatkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian dan negara sebagai penguasa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara filosofis kita telah memiliki landasan bagi pengelolaan perekonomian di Indonesia yang berkeadilan sosial, yaitu Pasal 33 UUD 1945 dan perubahanya. Adapun badan usaha yang sesuai dan paling ideal untuk itu adalah koperasi.










DAFTAR PUSTAKA




Abdulkadir Muhammad, Hukum Koperasi, (Bandung: Alumni, 1982)
Hendrojogi, Koperasi Asas-asas, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000)
Kwik Kian Gie, Analisis Ekonomi Politik Indonesia, Cet Ke-4, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995)
Rifin Sitio, Koperasi: Teori dan Praktik, (Jakarta: Erlangga, 2001)